Jangan Pacaran di Baturraden!
Baturraden. Mungkin bagi sebagian orang tidak asing lagi mendengarnya. Terletak di Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Tempatnya sungguh indah, di belakang Gunung Slamet. Menampilkan perpaduan warna alam, bagai lukisan dalam kanvas yang terlukis indah dari tangan pelukis hebat.
Udara sejuk dan sepoi-sepoi angin, masih terasa segar. Berpadu apik dengan hijaunya tumbuhan yang tumbuh di dalamnya.
Namun, di balik keindahannya, Baturraden juga banyak mitosnya. Yang paling terkenal adalah, jangan pacaran di Baturraden. Banyak orang yang beranggapan jika setelah berpacaran di Baturraden maka hubungan mereka tak lama lagi. Putus! Ya putus! Ngga percaya? Coba aja sendiri. Toh mitos juga banyak yang percaya.
"Bro!" sahut Dimas dengan menepuk bahuku.
"Eh kamu, Mas. Ada apa?" kataku dengan melihat ke arahnya.
Dimas duduk di depanku. "Sekarang temani aku ya,"
"Kemana?"
"Baturraden," ujarnya.
"Hah? Mau ngapain? Males ah. Bosen tahu," aku berpaling dari hadapannya dan memilih posisi berbaring pada kursi. "Anak gunung masa main ke gunung. Ke kota dong," timpalku.
"Ya elah. Kok gitu sih sama teman sendiri. Aku cuma mau bertemu sama Devi kok," ucap Dimas dengan memasang muka kasihan.
Aku melirik ke arahnya. Melihat ia memasang muka penuh harapan agar aku mau menemaninya, membuatku tertawa geli.
"Oke, aku mau menemanimu. Tapi traktir aku,"
"Ah kamu. Ngga ikhlas banget,"
"Ngga mau juga ngga papa," aku beranjak dari duduku.
"Ya oke, oke. Aku traktir dirimu. Dan kau harus menemaniku," Dimas menarik tanganku. Akupun menyepakatinya.
Melihat mereka berpacaran membuatku muak. Terlebih pada Dimas, yang sok di hadapanku. Tak sekalipun ia bertanya padaku.
Dia sedang asik bermain sepeda air bersama pacarnya. Aku lebih memilih pergi daripada harus menjadi obat nyamuk diantara kisah cinta yang sedang mereka rajut.
Aku langkahkan kaki menuruni beberapa anak tangga. Dan sampailah aku di bawah. Saat aku berjalan melewati jembatan merah, aku melihat yang sepertinya sepasang kekasih sedang bertengkar.
"Dasar playboy!" bentak cewe itu dengan mengacungkan telunjuk di hadapan cowonya.
"Kamu tuh yang matre!" cowo itu membalasnya dan melempar tangan cewe itu kasar.
"Dasar playboy! Mending kita putus!" dan cewe itupun pergi meninggalkan cowo itu.
Aku tidak tahu persis yang terjadi. Kenapa mereka tidak malu bertengkar disini, padahal banyak mata yang memandangi mereka.
Selepas dari kejadian itu, beberapa hari kemudian Dimas kembali padaku. Dia menangis tersendu-sendu di hadapanku. Memelukku dengan isakan yang masih terdengar.
"Kamu kenapa?" tanyaku dengan melepas pelukannya.
"A a aku putus," jawab Dimas dengan menghapus air matanya.
"Putus?" kataku dengan mengerutkan dahi. Aku masih tidak percaya jika Dimas putus. Padahal waktu itu dia terlihat mesra dengan pacarnya.
"Iya. Dia memutuskanku," ketusnya yang kembali memelukku.
Aku teringat akan kejadian saat aku melihat pertengkaran yang terjadi pada dua sejoli itu. Tapi aku masih tidak tahu apa penyebab pertengkaran yang membuat mereka putus.
"Udahlah, lupakan saja. Mungkin dia bukan terbaik untukmu. Toh, dunia ini ngga sempit kok," kataku mencoba untuk menghibur Dimas. Diapun akhirnya tersenyum.
Hari telah menghitam, mengembalikan matahari dalam pembaringannya. Berganti rembulan yang terjaga.
Kala itu aku sedang asik dengan layar handphoneku. Padahal aku juga sedang menyalakan televisi. Namun aku mengabaikannya. Sesekali aku tertawa bagai orang gila gara-gara melihat layar handphoneku.
"Berikut adalah beberapa tempat yang dianggap mitos penyebab putus suatu hubungan," suara televisi masih saja terdengar.
Tapi aku tidak memperdulikannya. Karena lebih asik dengan handphone dari pada acara tv yang itu-itu saja.
"Berikutnya Baturraden," aku tersentak, kaget. Saat nama tempat wisata itu disebut. Lalu aku beralih pada layar televisi dan memandanginya serius.
"Konon katanya ada mitos di Baturraden, yang apabila pacaran disana, maka bukan tak lama lagi hubungan itu bertahan. Banyak orang yang telah mengalaminya, mereka berpacaran disana. Dan setelah itu mereka putus," kurang lebih seperti itu yang aku ingat dari pendengaran melalui pembicaraan pada acara televisi itu.
"Of, kok belum tidur?" sahut Mama.
Aku kembali tersentak. Aku kaget dengan kedatangan Mama yang tiba-tiba.
"Eh Mama," aku tersenyum padanya. "Oh iya Ma, apakah betul mitos tentang Baturraden itu? Apa iya kalau habis pacaran di Baturraden terus putus?"
"Iya katanya si gitu. Konon katanya, dulu seorang putri raja jatuh hati pada pembantunya sendiri yang bertugas sebagai perawat kuda. Karena perbedaan status mereka, maka keluarga sang putri tidak mengizinkannya. Tapi mereka sudah terlanjur cinta, hubungan mereka tetap berlanjut, walau backstreet,"
Aku tertawa lirih. Mendengar Mama mengatakan bahasa gaul itu, backstreet? Haha. Apakah Mama tau artinya?
"Namun semua itu tidak berjalan lama. Bagai bangkai dalam selimut, lama-lama akan tercium juga. Hubungan mereka ketahuan, hingga akhirnya mereka diusir dan selanjutnya Mama tidak tahu lagi, mungkin karena itu mereka bersumpah siapapun yang pacaran disana, maka mereka akan putus,"
Aku mengangguk. Aku paham sekarang. Biarpun itu mitos tapi banyak orang yang mempercayainya juga. Dan mungkin, Dimas putus gara-gara pacaran di Baturraden.
"Mas, mungkin kamu putus gara-gara pacaran di Baturraden," aku mencoba untuk memberitahunya.
"Hah, masa iya si? Ah ngga mungkin. Mitos itu mitos," katanya meremehkan perkataanku.
"Ya walaupun mitos tapi banyak orang yang mempercayainya kan?"
Dimas terdiam setelah mendengar perkataanku. "Ah sudahlah. Aku tidak mempercayai omonganmu. Aku mau ke Baturraden dulu," katanya sembari menyetater motornya.
"Mau ngapain?"
"Biasa. Pacar baru,"
"Tapi nanti kamu putus lagi,"
"Itu cuma mitos. Jangan percaya. Udah ya, aku mau pergi dulu. Daahhh," dia berlalu dengan motornya.
"Ya okelah, mungkin memang benar cuma mitos. Mitos! Mitos!"
Selang beberapa hari dari peringatan yang pernah aku katakan pada Dimas, dia akhirnya kembali. Dia menangis lebih tersendu dari sebelumnya.
"Kamu kenapa lagi? Putus?"
Dimas mengangguk. "Iya. Aku putus. Dan lebih parahnya lagi aku ditampar. Lihat nih, nih merahkan. Sakiiitttt," ujarnya dengan menunjukkan pipinya yang memerah.
Aku malah merasa geli melihat tingkahnya. "Mangkannya kalau diomongin itu didengerin. Siapa tahu kan benar,"
Dia mengangguk dan menangis di hadapanku.
Mitos tentang putusnya hubungan setelah pacaran di Baturraden kembali pada kepercayaan masing-masing. Toh suatu hubungan akan bertahan jika yang menjalani saling percaya, dan akan bubar jika kepercayaan itu gugur. Jadi, bukan Baturraden yang menyebabkan putusnya hubungan. Bagi kalian yang ingin berwisata di Baturrden, silahkan. Ada banyak keindahan alam yang ditawarkan. Seperti Pancuran Telu, Pancuran Pitu, dan lain sebagainya. Baturraden bisa menjadi salah satu referensi liburan anda.
Mitos. Biarpun mitos, tapi banyak orang yang mempercayainya juga.
Baturraden. Mungkin bagi sebagian orang tidak asing lagi mendengarnya. Terletak di Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Tempatnya sungguh indah, di belakang Gunung Slamet. Menampilkan perpaduan warna alam, bagai lukisan dalam kanvas yang terlukis indah dari tangan pelukis hebat.
Udara sejuk dan sepoi-sepoi angin, masih terasa segar. Berpadu apik dengan hijaunya tumbuhan yang tumbuh di dalamnya.
Namun, di balik keindahannya, Baturraden juga banyak mitosnya. Yang paling terkenal adalah, jangan pacaran di Baturraden. Banyak orang yang beranggapan jika setelah berpacaran di Baturraden maka hubungan mereka tak lama lagi. Putus! Ya putus! Ngga percaya? Coba aja sendiri. Toh mitos juga banyak yang percaya.
"Bro!" sahut Dimas dengan menepuk bahuku.
"Eh kamu, Mas. Ada apa?" kataku dengan melihat ke arahnya.
Dimas duduk di depanku. "Sekarang temani aku ya,"
"Kemana?"
"Baturraden," ujarnya.
"Hah? Mau ngapain? Males ah. Bosen tahu," aku berpaling dari hadapannya dan memilih posisi berbaring pada kursi. "Anak gunung masa main ke gunung. Ke kota dong," timpalku.
"Ya elah. Kok gitu sih sama teman sendiri. Aku cuma mau bertemu sama Devi kok," ucap Dimas dengan memasang muka kasihan.
Aku melirik ke arahnya. Melihat ia memasang muka penuh harapan agar aku mau menemaninya, membuatku tertawa geli.
"Oke, aku mau menemanimu. Tapi traktir aku,"
"Ah kamu. Ngga ikhlas banget,"
"Ngga mau juga ngga papa," aku beranjak dari duduku.
"Ya oke, oke. Aku traktir dirimu. Dan kau harus menemaniku," Dimas menarik tanganku. Akupun menyepakatinya.
Melihat mereka berpacaran membuatku muak. Terlebih pada Dimas, yang sok di hadapanku. Tak sekalipun ia bertanya padaku.
Dia sedang asik bermain sepeda air bersama pacarnya. Aku lebih memilih pergi daripada harus menjadi obat nyamuk diantara kisah cinta yang sedang mereka rajut.
Aku langkahkan kaki menuruni beberapa anak tangga. Dan sampailah aku di bawah. Saat aku berjalan melewati jembatan merah, aku melihat yang sepertinya sepasang kekasih sedang bertengkar.
"Dasar playboy!" bentak cewe itu dengan mengacungkan telunjuk di hadapan cowonya.
"Kamu tuh yang matre!" cowo itu membalasnya dan melempar tangan cewe itu kasar.
"Dasar playboy! Mending kita putus!" dan cewe itupun pergi meninggalkan cowo itu.
Aku tidak tahu persis yang terjadi. Kenapa mereka tidak malu bertengkar disini, padahal banyak mata yang memandangi mereka.
Selepas dari kejadian itu, beberapa hari kemudian Dimas kembali padaku. Dia menangis tersendu-sendu di hadapanku. Memelukku dengan isakan yang masih terdengar.
"Kamu kenapa?" tanyaku dengan melepas pelukannya.
"A a aku putus," jawab Dimas dengan menghapus air matanya.
"Putus?" kataku dengan mengerutkan dahi. Aku masih tidak percaya jika Dimas putus. Padahal waktu itu dia terlihat mesra dengan pacarnya.
"Iya. Dia memutuskanku," ketusnya yang kembali memelukku.
Aku teringat akan kejadian saat aku melihat pertengkaran yang terjadi pada dua sejoli itu. Tapi aku masih tidak tahu apa penyebab pertengkaran yang membuat mereka putus.
"Udahlah, lupakan saja. Mungkin dia bukan terbaik untukmu. Toh, dunia ini ngga sempit kok," kataku mencoba untuk menghibur Dimas. Diapun akhirnya tersenyum.
Hari telah menghitam, mengembalikan matahari dalam pembaringannya. Berganti rembulan yang terjaga.
Kala itu aku sedang asik dengan layar handphoneku. Padahal aku juga sedang menyalakan televisi. Namun aku mengabaikannya. Sesekali aku tertawa bagai orang gila gara-gara melihat layar handphoneku.
"Berikut adalah beberapa tempat yang dianggap mitos penyebab putus suatu hubungan," suara televisi masih saja terdengar.
Tapi aku tidak memperdulikannya. Karena lebih asik dengan handphone dari pada acara tv yang itu-itu saja.
"Berikutnya Baturraden," aku tersentak, kaget. Saat nama tempat wisata itu disebut. Lalu aku beralih pada layar televisi dan memandanginya serius.
"Konon katanya ada mitos di Baturraden, yang apabila pacaran disana, maka bukan tak lama lagi hubungan itu bertahan. Banyak orang yang telah mengalaminya, mereka berpacaran disana. Dan setelah itu mereka putus," kurang lebih seperti itu yang aku ingat dari pendengaran melalui pembicaraan pada acara televisi itu.
"Of, kok belum tidur?" sahut Mama.
Aku kembali tersentak. Aku kaget dengan kedatangan Mama yang tiba-tiba.
"Eh Mama," aku tersenyum padanya. "Oh iya Ma, apakah betul mitos tentang Baturraden itu? Apa iya kalau habis pacaran di Baturraden terus putus?"
"Iya katanya si gitu. Konon katanya, dulu seorang putri raja jatuh hati pada pembantunya sendiri yang bertugas sebagai perawat kuda. Karena perbedaan status mereka, maka keluarga sang putri tidak mengizinkannya. Tapi mereka sudah terlanjur cinta, hubungan mereka tetap berlanjut, walau backstreet,"
Aku tertawa lirih. Mendengar Mama mengatakan bahasa gaul itu, backstreet? Haha. Apakah Mama tau artinya?
"Namun semua itu tidak berjalan lama. Bagai bangkai dalam selimut, lama-lama akan tercium juga. Hubungan mereka ketahuan, hingga akhirnya mereka diusir dan selanjutnya Mama tidak tahu lagi, mungkin karena itu mereka bersumpah siapapun yang pacaran disana, maka mereka akan putus,"
Aku mengangguk. Aku paham sekarang. Biarpun itu mitos tapi banyak orang yang mempercayainya juga. Dan mungkin, Dimas putus gara-gara pacaran di Baturraden.
"Mas, mungkin kamu putus gara-gara pacaran di Baturraden," aku mencoba untuk memberitahunya.
"Hah, masa iya si? Ah ngga mungkin. Mitos itu mitos," katanya meremehkan perkataanku.
"Ya walaupun mitos tapi banyak orang yang mempercayainya kan?"
Dimas terdiam setelah mendengar perkataanku. "Ah sudahlah. Aku tidak mempercayai omonganmu. Aku mau ke Baturraden dulu," katanya sembari menyetater motornya.
"Mau ngapain?"
"Biasa. Pacar baru,"
"Tapi nanti kamu putus lagi,"
"Itu cuma mitos. Jangan percaya. Udah ya, aku mau pergi dulu. Daahhh," dia berlalu dengan motornya.
"Ya okelah, mungkin memang benar cuma mitos. Mitos! Mitos!"
Selang beberapa hari dari peringatan yang pernah aku katakan pada Dimas, dia akhirnya kembali. Dia menangis lebih tersendu dari sebelumnya.
"Kamu kenapa lagi? Putus?"
Dimas mengangguk. "Iya. Aku putus. Dan lebih parahnya lagi aku ditampar. Lihat nih, nih merahkan. Sakiiitttt," ujarnya dengan menunjukkan pipinya yang memerah.
Aku malah merasa geli melihat tingkahnya. "Mangkannya kalau diomongin itu didengerin. Siapa tahu kan benar,"
Dia mengangguk dan menangis di hadapanku.
Mitos tentang putusnya hubungan setelah pacaran di Baturraden kembali pada kepercayaan masing-masing. Toh suatu hubungan akan bertahan jika yang menjalani saling percaya, dan akan bubar jika kepercayaan itu gugur. Jadi, bukan Baturraden yang menyebabkan putusnya hubungan. Bagi kalian yang ingin berwisata di Baturrden, silahkan. Ada banyak keindahan alam yang ditawarkan. Seperti Pancuran Telu, Pancuran Pitu, dan lain sebagainya. Baturraden bisa menjadi salah satu referensi liburan anda.
Mitos. Biarpun mitos, tapi banyak orang yang mempercayainya juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar