Rabu, 10 Februari 2016

Trauma Gadis Kecil



Judul : Trauma Gadis Kecil
Oleh : Anna Jihan Oktiana

Dooorrrrr!!

Doorrr!!

Bleennggg!!

Genjatan senjata masih mengaum keras. Suara dentuman bom yang dilemparkan juga masih nyaring terdengar.

Banyak bangunan yang hancur karena perang itu. Ditambah banyak nyawa yang melayang karena terkena tembakan dan puing-puing bangunan yang runtuh.

Aku, sebagai tim penyelamat dan bertugas memulihkan kondisi kejiwaan merasakan sayatan yang dalam dari dalam hati. Begitu banyak darah yang bercecer dan jasad manusia yang tergeletak begitu saja.

Sudah tugasku untuk segera menyelamatkan nyawa manusia dari hantaman senjata dan bom-bom perang. Sampai akhirnya, aku menemui seorang gadis kecil berambut kriting, berkulit coklat pekat sedang menangis.

Aku mendekatinya. "Ayo ikut kakak," ujarku.

Tapi gadis itu menolak ajakanku. Saat ku lihat, ternyata disampingnya ada jasad manusia yang sudah tidak bernyawa dan berlumuran darah.

"Ini Mamamu?" dia mengangguk tanpa melihat ke arahku. Segera aku memanggil semua tim untuk mbantuku.

Awalnya gadis kecil itu meronta-ronta dan tidak mau ikut denganku. Tapi ini juga demi keselamatannya. Biarpun dia menangis, aku harus tetap membawanya ke tempat yang lebih aman. Dan jasad Mamanya segera diselamatkan oleh tim penyelamat.

Entah siapa nama gadis itu. Setiap kali aku tanya dia tidak pernah menjawab. Hanya sebuah isyarat, seperti anggukan yang berarti ya. Dan gelengan kepala yang berarti tidak.

Berbeda dengan anak yang lain. Jika anak yang lain bermain bersama, gadis kecil yang aku temui hanya duduk sendiri berselimut kebisuan abadi.

"Hei kenapa kau tak ikut main?" kataku seraya duduk disampingnya. Gadis kecil itu menggeleng.

"Mau ngga main sama kakak?" dia tetap menolakku.

"Hmm gimana nanti kalau kakak kasih kamu hadiah?" mendengar perkataanku, pandangan gadis kecil itu langsung tertuju padaku. Mata yang memerah dan wajah penuh dengan duka tanpa ada rasa ceria dalam guratannya.

Akhirnya dia mengangguk. Syukurlah. Aku merasa senang dia mau bermain bersama denganku.

Aku bermain sepak bola dengan gadis kecil itu. Hingga akhirnya, sebuah senyuman langka yang aku jarang lihat dari wajah gadis itu mulai merekah. Dia tampak bahagia dan sedikit bisa melupakan akan kejadian perang itu. Walau sebenarnya suara dentuman masih terdengar.

"Aaaaaaaaaaa!"

Tiba-tiba saja gadis itu berteriak histeris dan lari dengan cepat meninggalkanku.

"Hei tunggu!" aku segera berlari untuk mengejarnya.

"Tunggu! Tunggu!" aku mencoba untuk menarik tangannya dan memberhentikan langkahnya yang cepat.

Jeritan dia bertambah histeris saat aku berhasil memegang tangannya.

"Hei hei, kamu kenapa?" sahutku sambil memegang bahunya.

Dia mengelap air mata yang membanjiri wajahnya. "I i itu disana. Merah. Me merah. Warna merah. Da darah. Aku takut darag!" ujarnya dan langsung jatuh dalam pelukkanku.

Aku memeluknya. Warna merah? Darah? Aku mencoba untuk mengingat kembali, dan ya benar. Tadi saat sedang bermain sepak bola, ada kertas yang terbang. Dan kertas itu berwarna merah. Mungkin gadis kecil ini trauma akan warna merah yang seperti darah.

Setelah aku berhasil menenangkannya, aku ajak ia untuk duduk dan memberinya segelas susu hangat. Dengan cepat dia menyeruput susu hangat yang aku buat.

Doorrrr!!

Bleenngg!!

Hantaman suara itu sangat nyaring. Seperti jarak satu meter dari tempatku duduk.

Pyang! Gelas yang ia pegang seketika jatuh dan pecah. Dia menutup telinganya dan berteriak histeris lagi. "Aaaaaaaa!!"

"Tenang tenang tenang," kataku.

Dia diam dengan nafas yang belum teratur. "Aaaaaaaaa!!" dia kembali menjerit histeris sambil terus menutup telinganya.

"Tenang tenang tenang," dia kembali diam "ambil nafas, lalu buang lewat mulut," dia menirukan apa yang aku lakukan.

Gadis kecil itu akhirnya diam dan tenang. Ini jauh lebih baik.

"Kamu kenapa lagi sayang?"

Gadis kecil itu masih menutup telinganya dengan mata yang mengisyaratkan sebuah ketakutan yang mendalam.

"I i itu. Suara itu. A aku takut," suaranya terdengar gemetar. Aku mencoba untuk menggenggam kedua tangannya. Berharap dengan cara ini dia akan merasa lebih tenang.

Entah sampai kapan perang ini akan berlangsung. Sementara semakin banyak korban yang berjatuhan. Darah dimana-mana. Suara dentuman senjata dan bom belum juga menghilang. Malah semakin jadi.

Sementara gadis kecil itu masih trauma. Bila mendengar suara bom meledak dan hantaman senjata, gadis kecil itu akan berteriak histeris. Dan jika melihat warna merah, gadis itu juga akan merasa sangat takut.

Aku tidak tahu pasti kapan gadis itu pulih dari traumanya. Yang aku tahu, ini sudah tugasku. Dan sebisa mungkin aku harus memperjuangkan kembali kondisi kejiwaannya.

Aku belajar banyak dari pengalaman ini. Terutama gadis kecil berambut kriting itu. Bahwa setiap apa yang dilihat, dan didengar akan memberi dampak pada individu masing-masing. Maka dengar dan lihatlah hal yang positif untuk diri kita yang lebih baik.

Aku, Ahmad Nadira Sarma Khan akan terus memperjuangkan kedamaian di dunia ini sampai tak ada lagi trauma mendalam pada setiap insan. Karena mereka berhak untuk hidup dengan tenang.

SELESAI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar