Rabu, 10 Februari 2016

Horror again! Cerpen : "Ketika Detik Denyut Berhenti"



Ketika Detik Denyut Berhenti

Senja itu tampak menghitam. Tak ada sapaan hangat yang dijabarkan. Semua menghilang dibalik derasnya tetesan air hujan.

Gemuruh suara guntur yang wara wiri untuk menghantam telinga masih nyaring untuk didengar. Semilir angin yang terasa sampai ke persendian tulang membuat tubuh dingin bukan main. Suasana sekolah telah sepi.

Kebencian yang masih membelanggu jiwa Refa membuatnya mudah terhasut bujuk rayu setan untuk menghabisi nyawa saudara tirinya, Riri.

Riri berjalan dengan menunduk kepala dan sesekali menaikan kacamata pada tempatnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena tersandung sesuatu.

BUUUGG

"Aw!" rintihnya.

"Haha," terdengar suara orang tertawa jahat padanya.

Refa menjambak rambut Riri dan membenturkannya ke tembok dengan keras. Sampai-sampai kacamata Riri pecah dan darah segar mengalir dari hidung serta kepala Riri.

"Dengar ya, aku itu benci sama kamu! Gara-gara Ibumu, Ayahku jadi mati! Akan aku balas semuanya termasuk padamu! Dasar pembunuh!" tegas Refa.

Ucapan Refa barusan hanya bisa ia dengar samar-samar tak jelas seperti biasanya. Pandangan yang perlahan menghilang dan matanya menutup sempurna. Riri tidak sadarkan diri.

"Heh bangun!" ujar Refa dengan nada gemetar dan terus menendang-nendang tubuh Riri. Berharap ia tidak mati.

Refa menggigit bibir bawahnya dan terus berusaha untuk membangunkan Riri. Riri tak berdaya.

Karena panik, Refa langsung menyeret tubuh Riri ke belakang sekolah. Tepat disana ada lubang besar yang biasa digunakan untuk membuang sampah.

Refa tak ada pilihan lain, akhirnya tubuh Riri yang sedikit masih ada tanda-tanda kehidupan dibuang ke lubang itu.

Setelah itu, Refa menimbun tubuh Riri dengan tanah basah akibat hujan. Riri dikubur hidup-hidup.
Semenjak kejadian itu, Riri dinyatakan hilang. Tak ada yang tahu Riri dimana. Terkecuali Tuhan dan pelaku yang melakukan ini semua. Sempat terbesit rasa takut pada diri Refa kalau nantinya semua itu terbongkar dan ternyata merekalah yang melakukannya.

***

Refa berjalan sendirian berteman lampu-lampu rumah yang tak cukup untuk memecah kesunyian. Tak ada siapapun yang ada diluar. Mata yang ia liarkan untuk menerobos kegelapan pekat.

Refa menoleh berkeliling. Sesekali ia mengusap tangan untuk menghantarkan hawa hangat. Karena angin berhembus tidak bersahabat. Belum lagi bulu roma yang tiba-tiba berdiri.

Refa menoleh ke belakang. Tapi tak ada siapapun. Namun serasa seperti ada yang berlalu di belakangnya. Refa kembali menghadap depan dan berjalan.

Sosok menyerupai Riri dengan menundukkan kepala sambil membawa pisau bersimba darah berlalu disampingnya.

"Ri ri riri?" suara Refa terdengar gemetar. Lalu ia segera berpaling untuk memastikan itu Riri.

"Ri riri!"

Perlahan sosok Riri itu menoleh kearah Refa. Dia memiringkan wajah dan tersenyum aneh pada Refa. Sekujur tubuhnya dilumuri darah dan bau busuk yang sangat menusuk hidung.

"Aaaaaaaa!" Refa berteriak histeris dan langsung menutup wajahnya.

Perlahan, Refa membuka matanya. Dan ternyata sudah tidak ada siapapun didepannya. Dengan segera ia berlari secepat mungkin dari sosok Riri.

***

PYANGG!

"Apa itu?" Refa ketakutan. Ia beranikan diri untuk mencari tahu suara itu.

"Astaga!" pekiknya setelah melihat cermin yang ada di kamarnya sudah retak. Dan ada tulisan merah seperti darah.

"Da sar pem bu nuh," Refa mengejanya. Deg! Siapa yang menulis ini? Bulu roma Refa kembali berdiri. Seperti ada sesuatu di belakangnya.

Saat Refa memalingkan muka ke belakang, tak ada siapapun di kamarnya. Lalu Refa kembali menghadap ke cermin itu, dan ...

"Aaaaaaa! Si si siapa kamu?" suara Refa gemetar saat melihat sesosok menakutkan yang tiba-tiba terpantul di cermin.

"Dasar pembunuh!" ujar sosok di cermin itu dengan kepala miring dan mata memerah tajam.

Sosok itu berjalan mendekati Refa. Seolah ingin menariknya. Refa dengan rasa takut yang hebat berjalan mundur perlahan untuk menjauh dari sosok itu. Sebelum akhirnya ia berlari pergi.

BRAKK

Naas, Refa malah menabrak tembok dan mengakibatkan darah keluar dari kepalanya.

Sosok dalam cermin itu tertawa puas melihat Refa. Namun dengan rasa takut yang tak kunjung hilang, Refa mencoba untuk bangkit dan berlari dengan tergopoh-gopoh.

Segera Refa masuk ke dalam gudang berharap sosok itu tak menemuinya lagi. Lampu tiba-tiba mati. Refa mencoba untuk menyalakannya kembali tapi tak menyala juga.

Lalu ada seseorang yang mencekik dirinya. Refa meronta-ronta hebat, tapi orang itu tidak melepaskannya. Semakin Refa meronta, semakin erat juga orang itu mencekiknya.

Lampu kembali menyala. Astaga! Mata Refa membulat. Ternyata yang sedang mencekiknya adalah sosok Riri.

"Ka ka ka kamu ..." kata Refa dengan terbata-bata.

"Iya aku Riri yang kau bunuh! Sekarang siapa yang kau anggap pembunuh?" Riri tersenyum lebar dengan memiringkan kepalanya.

BAGG

Riri melemparkan tubuh Refa ke lantai dengan keras. Darah mengucur deras dari kepala Refa. Refa tak berdaya.

Riri tertawa puas. "Dasar pembunuh!"

JLEB!

Riri menusukkan pisau tepat di jantung Refa. Tak puas dengan itu, Riri memutilasi Refa dan menguburnya di spiteng. Terkecuali kepala Refa yang ia bawa dan dilemparkan ke tempat sampah belakang sekolah, tepat dimana dirinya dibunuh dan dibuang di lubang ini. Mati!

"Nyawa harus dibayar dengan nyawa! Ha ha ha ha!" ketus Riri dengan tertawa mistis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar