Rabu, 10 Februari 2016

Cerpen : "The Blood!"



The Blood!

Remang-remang cahaya senter membantu lima sekawan melewati rimbunnya pohon dihutan. Tercium berbagai bau anyir, amis, kembang kantil, dan kemenyan yang memekakan hidung. Suara tetesan air mengalun perlahan bagai nyanyian mistis. Tak jarang terdengar suara-suara aneh yang mendera telinga. Angin berhembus membuat bulu kuduk merinding. Seperti ada mata tak kasat mata yang terus memperhatikan mereka.

"Pulang yuk," suhut Tobby. Dia berbadan gempal dan doyan makan.
"Ah cemen kamu!" ketus Dinda.
"Aku takut, temapatnya serem gini. Mana gelap lagi," Tobby terus berpegangan tangan pada Ze.

Mereka terus berjalan dengan sesekali mengedarkan pandangan kesekeliling.
Kletuk! Seperti ada sesuatu yang diinjak oleh Tobby.
"Ih apa ini,"
"Ze Ze apa ini," Tobby menarik-narik baju Ze.
"Ah apaan sih!"
"Ini apa?"
"Mana?"
"Bawah bawah," Tobby menunjuk kearah bawah.

Ze mengarahkan cahaya senternya ke bawah. Dan ... "Aaaaaaaaa!" keduanya segera berlari lebih depan dari Dinda, Fahmi, dan Kenshi.
"Aaaaaaa!" teriakan Tobby semakin kencang kala Fahmi menarik kerah bajunya.
"Lepas lepas lepaasss!"
"Ini aku Fahmi," Tobby terdiam lalu memutar badan untuk memastikan itu benar Fahmi. "Fahmiiii," Tobby langsung memeluk Fahmi.
"Kamu kenapa By?"
"Disana disana. Banyak sekali tulang-tulang manusia,"
"Jangan ngarang kamu," ketus Dinda.
"Ngga percaya juga ngga papa,"
"Sudah-sudah. Mending kita cari jalan keluar ayo jalan lagi," Fahmi menengahi perdebatan mereka.

Ze beberapa kali menengok ke belakang. Dia merasa seperti ada sesuatu yang wara wiri melintas dibelakangnya. Langkahnya ia percepat untuk segera menyusul empat kawannya. Namun sesuatu menarik dirinya, "Aaaaa! Tolong! Tolong!" teriaknya.
"Ze Zeeee!" semua berlari kearah Ze. Sia-sia. Ze sudah tidak terlihat lagi. Entah kemana si Ze.

"Tuh kan. Tempat ini angker," Tobby kembali ketakutan.
"Benar kata si Tobby. Ze sudah hilang. Kita harus bersama-sama jangan sampai ada yang terpisah," semua mengangguk, mengiyakan pendapat Fahmi.
Cahaya senter yang menemani mereka, mengarahkan ke suatu tempat.
Betapa terkejutnya mereka. Dilihatnya banyak sekali jasad manusia dengan bersimba darah. Bahkan ada juga yang seperti menjadi makanan hewan buas. Jasad yang dirasa mereka paling memilukan adalah seperti jasad keluarga.
Tubuh yang mereka kira seorang Ayah dari keluarga itu hanya tinggal separo. Dan yang sebagiannya lagi dikerubungi belatung, cacing, dan hewan menjijikan lainnya. Bau amis darah sangat menyengat ditempat itu.
Sementara jasad yang mereka rasa seorang Ibu sungguh memilukan. Entah kemana potongan tubuhnya. Yang ada hanyalah kepala tanpa mata dengan lidah menjulur keluar dan darah yang masih mengalir dari telinga dan hidungnya.
Disampingnya, tergeletak jasad seorang bayi yang matanya sudah dicongkel dan isi perutnya keluar. Sungguh kejam jika ini dilakukan oleh manusia.

Mereka masih melanjutkan untuk mencari jalan keluar. Beberapa kali mereka mendengar suara-suara aneh. Seperti tertawa, berbicara, teriak minta tolong, suara kaki berjalan, dan hal-hal mengerikan lainnya.
Bruk! Dinda tersandung sesuatu sehingga membuatnya terjatuh.
"Adduuhh!" rintihnya.
"Kamu ngga papa?" Kenshi membantu Dinda berdiri.
Fahmi mencoba mengarahkan senter kesesuatu yang membuat Dinda tersandung.
"Astaga! Ze!" mata Fahmi membulat. Sementara yang lainnya kaget bukan main! Mereka lebih memilih untuk menutup mata.
Fahmi mencoba untuk mendekati tubuh Ze yang hampir terputus semua. Entah apa yang terjadi pada Ze. Sekujur tubuhnya banyak sekali darah dan hanya beberapa centi saja tubuh Ze akan terpotong-potong.
Air mata perlahan mengalir. Mereka berempat merasa iba dengan apa yang terjadi pada Ze.

"Aaaaaaaa!" tiba-tiba Kenshi berteriak. Seperti ada sesuatu yang menjambak rambutnya.
"Kenshi Kenshi," Fahmi mencoba untuk membantunya dan segera berlari.
Mereka terus berlari menjauhi sesuatu yang mereka tak nampak. Beristirahat sejenak dibatu berlumut dan berbau amis.
"Kamu kenapa?" tanya Dinda sembari merangkul Kenshi.
Tatapan Kenshi kosong. Sepertinya dia masih syok dengan kejadian yang menimpa dirinya.

"Ta ta tadi ada yang menjambak rambutku. Se seperti ada yang mau membawaku ngga tahu kemana. Aku takut Din," isakan lirih lahir dari Kenshi. Dinda mencoba memeluknya agar Kenshi merasa lebih tenang.
"Kita harus hati-hati. Karena mungkin diantara kita akan jadi korban selanjutnya,"
"Betul," timpal Dinda dengan pendapat Fahmi.
Aneh, bau sedap bak makanan restoran mahal tiba-tiba melintas dihidung mereka. Tobby yang suka makan segera beranjak dari duduknya dan mulai berjalan.
"Aneh, kok tiba-tiba bau enak gini ya?" kata Dinda.
"Eh si Tobby mau kemana tuh," Kenshi memberitahu.
"Tobby! Tobby! Kamu mau kemana?" teriak Fahmi. Namun seolah-olah ada yang menutup telinganya. Tobby tidak mendengar hal itu.


Fahmi segera mengejar Tobby yang semakin jauh.
"Tobby mau kemana kamu?" nihil. Tobby tetap tidak meresponnya.
Hingga akhirnya Tobby terjatuh dan terhenti, cepretan darah mengenai sedikit muka dan baju Fahmi.
Fahmi segera berlari untuk melihat apa yang terjadi pada Tobby.
"Astaga! Tobbbbyyyyyyyy!" teriaknya histeris. Setelah melihat kepala Tobby terlepas dari tubuhnya. Darah mengucur deras dari leher Tobby.

Dinda dan Kenshi yang menghampiri Fahmi hanya bisa menitihkan air mata dan tak sanggup untuk melihat Tobby.
Bau amis semakin bertambah.
Rasa jeleh, mual, pusing bergabung jadi satu. Ngga karuan rasanya. Seperti tidak ada udara segar yang mengalir sekedar mengganti udara yang bau ini.
"Tobby sudah menjadi korban. Kita harus waspada," Fahmi memberi peringatan.

Hanya tinggal bertiga yang masih bertahan. Menyusuri tiap jalan untuk menemukan pintu keluar. Tak ada cahaya selain senter kecil yang menemani perjalanan mereka. Ketiganya saling bergandengan tangan untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan.
"Din, aku kebelet pipis,"
"Kamu mau pipis? Tapi dimana? Disini ngga ada kamar mandi,"
"Adduuhh," Kenshi tak tahan lagi untuk menahan hasrat buang air kecil.
"Bisa ditahan ngga?"
"Ngga tahu. Aku coba ya,"

Semakin mereka berjalan, semakin Kenshi tidak bisa menahan rasa itu. Entah ini kebetulan atau fatamorgana, Kenshi melihat ada kamar mandi didepannya.
"Ada kamar mandi, aku kesana dulu ya?"
Fahmi dan Dinda yang juga melihatnya mengizinkan Kenshi dan memberi senter untuk menemaninya.

Beberapa saat kemudian, setelah Kenshi masuk kedalam kamar mandi. Mulai terdengar suara-suara aneh. Bug bug bug! Seperti ada sesuatu didalam.
"Aaaaa! Jangan jangannn!" Kenshi terus berteriak minta tolong. Fahmi dan Dinda mencoba untuk membuka pintu kamar mandi itu tapi tak bisa.
Lalu, suasana kembali mencengkam tenang.
"Ken?" Dinda membuka pintu kamar mandi dan masuk kedalam diikuti Fahmi.

"A!" teriak Dinda yang langsung berbalik badan menghadap Fahmi.
Fahmi mencoba untuk meraba dinding kamar mandi yang penuh dengan darah. "Kenshi?" katanya. Fahmi segera mendekat kearah bak air. Dan mendapati bak itu berubah menjadi merah, serta seperti ada sesuatu didalamnya.
Fahmi mengambil sesuatu itu.
"Astaga!" Fahmi melepaskannya lagi. Dia kaget bukan main! Kenshi telah terbunuh. Kepalanya remuk dan mulutnya disumpal sesuatu seperti potongan tubuh.
Sebuah suara kembali mereka dengar, mereka segera berlari untuk menyelamatkan diri.
Namun naas, ada sesuatu yang menjambak rambut Dinda. Dia berteriak histeris meronta-ronta ketakutan. Fahmi mencoba untuk membantunya.
Gagal. Dinda terlanjur menghilang dari hadapannya.
Dinda terus berteriak minta tolong dan berusaha untuk melepaskan diri. Tapi sesuatu yang menariknya jauh lebih kuat.
Brak! Dinda didorong ketempat yang banyak sekali darah dan tengkorak manusia. Sesuatu yang tak terlihat seperti menodongkan pisau dihadapannya. Dinda terus berusaha sekuat tenaga. Sayang. Dinda merasakan sakit yang sangat, ia terus memegang matanya yang telah hilang. Karena dicongkel tadi. Tapi syukur dia masih hidup.

"Aaaaaaa!" Fahmi segera mencari asal suara itu.
"Dinda?"
"Din Din, kamu kenapa?" Fahmi menarik Dinda dalam pelukannya.
"Kita harus pulang, kita harus pulang," suaranya terdengar ketakutan.
"Iya iya. Tapi kau kenapa?"
Perlahan Dinda melepas tangannya dan memperlihatkan pada Fahmi. Astaga! Fahmi tak sanggup untuk melihat hal itu.
Fahmi segera membawa Dinda keluar karena dia sudah menemukan jalan keluar dari tempat ini.

"Hah hah hah," nafasnya yang terengah-engah. Fahmi berhasil keluar dari tempat itu. Dan segera memeluk Dinda. Bulir bening mengalir perlahan dari matanya dan Dinda.
Syukurlah, dia selamat. Hanya saja ketiga kawannya tidak bisa ia selamatkan. Dia hanya dengan do'a semoga tidak ada orang yang datang ketempat ini, dan tidak ada lagi korban selanjutnya.
Saat darah mengalir kejam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar