Rabu, 10 Februari 2016

Cerpen Islami : "Lailatul Qodar Yang Dirindukan"


Hari telah memanggil senja untuk menyapa. Matahari sebentar lagi akan pulang untuk segera tidur ke peraduannya. Bahkan burung-burung yang tadinya sibuk mencari makan, kini mulai terlihat kepakan sayap yang menandakan kepulangan mereka.

"Allahhuakbar! Allahhuakbar!" Adzan telah berkumandang. Musa segera menuju ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat Maghrib. Dagangan es yang masih tersisa sedikit, ia taruh didekat kotak amal. Lalu ia segera mengambil air wudhu.

Selepas shalat Maghrib, Musa harus segera pulang ke rumah. Karena Ibu pasti sudah menunggu dirinya. Saat Musa keluar dari masjid, seseorang tanpa izin mengambil es milik Musa. "Hei! Siapa kau?" desak Musa. Mengetahui dirinya tertangkap basah, orang itu segera berlari menjauh dari Musa. Namun Musa tak tinggal diam, dia mencoba untuk mengejar orang yang mengambil es dagangannya.

"He! Tunggu!" Musa terus berlari sekencang mungkin. Sampai akhirnya, ia menabrak seseorang.
Brakkk!

"Arrrggghh sial!" kesal Musa. Melihat orang itu telah menghilang dari kejarannya. Sekilas, Musa melirik ke arah orang yang ditabraknya. Namun sebegitu acuhnya Musa, sampai-sampai ia tidak meminta maaf pada orang itu. Saat Musa akan bangkit dan meninggalkannya, tangan orang itu langsung mencegah Musa untuk pergi. Musa menoleh ke arahnya, lalu meronta minta dibebaskan tangannya. Tapi orang itu malah semakin erat menggenggam tangan Musa. Seolah orang itu tidak ingin jika Musa pergi begitu saja.

"Siapa namamu, Nak?" tanya orang itu. "Musa!" ketusnya yang masih berusaha membebaskan diri.
Orang itu bangkit, tapi tangannya masih mencengkeram tangan Musa erat. "Kenapa kau mengejar orang itu?"

"Orang itu maling! Orang itu telah mengambil es daganganku!" seru Musa dengan memasang muka marah. "Gara-gara anda, jadi orang itu ngga berhasil saya tangkap!" timpal Musa menyalahkan orang itu. Padahal sudah jelas jika Musalah yang bersalah.

"Ayo ikut aku,"

"Kemana?"

Orang itu tidak menjawab pertanyaan yang Musa ajukan. Orang itu terus saja menggandeng tangan Musa dan membawanya, entah kemana. Sepanjang perjalanan, Musa tak henti-hentinya menanyakan akan dikemanakan dirinya, tapi orang itu tetap saja bungkam. Mulut Musa berhenti bertanya kembali, saat ia tahu ternyata orang itu membawanya ke masjid yang tadi ia shalat maghrib disini. "Masuklah. Kita berbuka puasa bersama,"

"Jadi kau hanya tinggal berdua dengan Ibumu?" ujar orang itu setelah mendengar semua cerita yang Musa ceritakan. Musa hanya mengangguk seraya menikmati segelas takjil. "Kau tahu jika sekarang bulan Ramadhan? Apa kau tahu tentang Lailatul Qodar?"

"Lailatul Qodar?"

Orang itu mengangguk. "Iya, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dimana malam itu Al Qur'an diturunkan, dan juga para malaikat akan turun untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing," jelas orang itu.

"Apakah Lailatul Qodar itu indah? Apa istimewanya? Aku tahu Lailatul Qodar. Tapi aku tidak pernah mendapatkannya,"

"Malam Lailatul Qodar itu sangat indah, semua orang berharap untuk bisa melihatnya. Tapi hanya orang-orang yang dikehendaki-Nya, yang bisa melihat malam seribu bulan itu," Musa masih mendengarkan perkataan orang itu dengan seksama.

"Dimalam Lailatul Qodar, langit begitu indah. Terang dan tenang. Esok harinya, matahari akan bersinar terang, namun tidak menyilaukan. Cahayanya meredup, tapi tidak menggelapkan," sambung orang itu.

"Lalu, bagaimana cara mendapatkan malam Lailatul Qodar itu?" belum sempat orang itu menjawabnya, "aku pernah mendengar, katanya salah satu orang yang mendapatkan malam Lailatul Qodar itu, do'anya akan dikabulkan. Dan bahkan bisa melihat malam Lailatul Qodar itu dalam mimpi. Apa benar?" timpal Musa.
Orang itu mengangguk. "Iya benar. Wajah orang yang mendapatkan malam Lailatul Qodar tampak bersinar dan berseri-seri. Perbanyaklah amalan agar bisa mendapatkan malam istimewa itu," kata orang itu dengan merangkul Musa dan mengumbar senyum padanya.

“Oh iya, aku belum tahu nama kakak. Siapa nama kakak?” tanya Musa.
 
"Malika," jawabnya.

“Kapan malam Lilatul Qodar itu tiba?” Musa kembali bertanya. “Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan,” jelas Kak Malika.

“Semoga aku bisa mendapatkan Malam Lailatul Qodar itu!” seru Musa dengan semangat. Kak Malika tersenyum seraya mengelus kepala Musa.

“Jika kau mendaptakan malam Lailatul Qodar, bacalah Allahumma innaka afuwwun karim tuhibbul afwa fa'fu anni,”

Semoga aku bisa melihat malam seribu bulan itu. Izinkan aku untuk melihatnya ya Allah. Lailatul Qodar yang selamanya dirindukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar