Pelangi
Malam
"Hei Tono! Sedang apa kau disana?" teriak Paman Paijo dari sebrang sungai.
"Buat kincir air biar ada aliran listirk ke kampung kita!" Tono masih sibuk dengan kincir air yang sedang dibuatnya.
"Sudahlah! Pulang saja kau! Emak kau pasti membutuhkanmu! Kau tak mungkin bisa! Ayo pulang!"
"Hei Tono! Sedang apa kau disana?" teriak Paman Paijo dari sebrang sungai.
"Buat kincir air biar ada aliran listirk ke kampung kita!" Tono masih sibuk dengan kincir air yang sedang dibuatnya.
"Sudahlah! Pulang saja kau! Emak kau pasti membutuhkanmu! Kau tak mungkin bisa! Ayo pulang!"
Tono tidak memperdulikan apa yang dibicarakan pamannya itu. Dengan sabar dan ulet, Tono mencoba untuk membuat kincir air impiannya itu. Dia hanya ingin ada setitik cahaya yang menerangi kampungnya. Karena selama ini hanya lampu minyak yang menerangi tiap rumah di kampungnya.
Malam hari sepulang mengaji, Tono masih sibuk belajar. Asap pekat yang keluar dari lampu minyak mengepul dirumahnya.
Dengan
sabar, Emak menemani Tono belajar sembari menganyam pandan kering menjadi
kerajinan tangan. Bapak Tono sedanglah merantau ke luar kota.
Saat pagi tiba, barulah Tono bisa menghirup udara segar. Tidak ada lagi asap hitam yang mengepul. Karena asap itu, rumah Tono jadi sedikit berwarna hitam.
Saat pagi tiba, barulah Tono bisa menghirup udara segar. Tidak ada lagi asap hitam yang mengepul. Karena asap itu, rumah Tono jadi sedikit berwarna hitam.
Tono berangkat sekolah melewati aliran sungai dan pematang sawah. Kincir air impiannya belum nampak timbul, karena dia sendiri bingung harus bagaimana.
Tapi Tono
tak pantang menyerah, dia mencoba untuk menanyakan hal ini pada guru
disekolahnya dan orang-orang pintar di kampungnya.
Perlahan, warga di kampungnya mulai berfikir, "Ada benarnya si Tono, jika ada aliran listrik di rumah kita, anak-anak kita bisa belajar dengan nyaman." kira-kira seperti itu bincangan para warga.
Perlahan, warga di kampungnya mulai berfikir, "Ada benarnya si Tono, jika ada aliran listrik di rumah kita, anak-anak kita bisa belajar dengan nyaman." kira-kira seperti itu bincangan para warga.
Sering
berjalannya waktu, para warga ikut berpartisipasi membantu pembuatan kincir air
itu. Tono merasa senang. Walau, pamannya sendiri belum mau membantunya.
Pekerjaan yang berat akan terasa ringan jika dikerjakan bersama.
"Satu dua tigaaa ..." para warga mencoba memutar kincir air itu, mereka harap-harap cemas dengan percobaan pertama ini.
Dan
hasilnya, tak sesuai rencana. Kincir air itu berhenti bekerja. Paman Paijo yang
hanya melihat dari sebrang sungai, tersenyum kecut melihat hal itu.
Tono dan
warga kampungnya tidak pantang menyerah. Sudah tiga kali percobaan mereka
mengalami kegagalan. Hingga akhirnya percobaan ke empat, sedikit demi sedikit
para warga meninggalkannya.
"Pak
Subi, kenapa bubar?" tanya Tono.
"Kami semua lelah, udah kali ketiga percobaan ini gagal. Sudahlah ayo kita pulang Ton!"
"Tidak! Thomas Alfa Edison penemu lampu saja mengalami kegagalan sampai sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan baru berhasil saat percobaan ke seribu. Masa kita yang baru gagal tiga kali nyerah gini." Tono bermaksud agar Pak Subi tidak pergi.
"Kami semua lelah, udah kali ketiga percobaan ini gagal. Sudahlah ayo kita pulang Ton!"
"Tidak! Thomas Alfa Edison penemu lampu saja mengalami kegagalan sampai sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan baru berhasil saat percobaan ke seribu. Masa kita yang baru gagal tiga kali nyerah gini." Tono bermaksud agar Pak Subi tidak pergi.
"Ya itu dia. Beda dengan kamu! Saya mau pulang!" lalu Pak Subi berangsur pergi.
Sebenarnya Tono sediri juga lelah. Dan ingin berhenti mengerjakan ini. Tapi dia juga ingin ada aliran listrik di kampungnya.
Tono mencoba untuk kembali mengerjakan pembuatan kincir air itu. Terbesit akan perkataan gurunya waktu itu,
"Tono. Hidup itu seperti pelangi. Warna warni pelangi ada filosofinya sendiri, seperti warna merah. Melambangkan keberanian. Warna jingga melambangkan kesehatan, kuning melambangkan keceriaan, hijau sebuah pengharapan, biru pembawa kedamaian, nila sebuah kesederhanaan. Dan ungu adalah kemewahan. Jika ke tujuh warna itu digabung akan menjadi pelangi yang indah dan melambangkan sebuah keberanian berharap sederhana yang mewah pembawa kesehatan, keceriaan, dan kedamaian." mungkin itu yang dimaksud gurunya.
Tono jadi semakin yakin bisa membuat kincir air ini mau bergerak. Untuk percobaan ke empat masih mengalami kegagalan.
“Aku ngga
boleh putus semangat! Aku harus menyelesaikan ini! Aku pasti bisa! Ya, aku bisa!”
Tono terus menyemangati dirinya yang hampir putus asa.
Hingga
saat percobaan ke lima, saat Tono akan mencoba memutarnya dia melihat sesuatu
yang mungkin membuat kincir air ini tidak mau bergerak. Tono mencoba untuk
memperbaikinya.
Setelah
itu, "Bismilahhiromanirohim!" Tono memutar kincir air itu sekuat
tenaga. Hingga ada uluran tangan yang membantunya. Tono berpaling untuk
melihatnya, itu Paman Paijo. Tono tersenyum.
Akhirnya
kincir air itu mau bergerak seperti yang diharapkannya. Tono bersorak senang.
Dia mencoba untuk memasang bola lampu, dan hasilnya ada arus listrik yang
membuat lampu itu menyala. Tono bersorak senang, akhirnya semangat pantang
menyerah membuahkan hasil.
Atas usaha Tono, kini saat malam tiba tak ada lagi lampu minyak yang menerangi kampungnya. Akhirnya Tono dan semua warga bisa menikmati indahnya malam. Melihat warna warni dunia walau dalam malam.
“Paman
bangga padamu.” Paman memeluk Tono.
“Emak
juga bangga padamu.” Emak datang sembari membawakan secangkir teh hangat dan singkong
rebus.
“Makasih
Paman, juga Emak. Ini semua berkat do’a dan usaha kita,” ujar Tono sembari
tersenyum dan menyeruput teh hangatnya.
Malam ini
terasa berbeda. Biasanya seusai mengaji tidak ada anak-anak yang bermain keluar
rumah karena gelap. Namun kini malah sebaliknya. Anak-anak kecil banyak yang
bermain dihalaman sekitar rumahnya.
Dan bagi
anak-anak yang bersekolah, bisa belajar dengan nyaman tanpa ada kepulan asap
yang membuat sesak nafas.
Udara
malam yang segar juga bisa mereka rasakan. Dengan ini jauh lebih menyehatkan.
Tatkala para orang dewasa bisa bercengkerama bersama bertemankan teh atau kopi
hangat. Malam hari serasa seperti pagi, karena banyak juga aktifitas yang
mereka lakukan.
Kini
tugas mereka adalah, selalu mengecek kondisi kincir air itu. Agar tidak
mengalami kesulitan. Dan berharap semoga pemerintah bisa menyediakan aliran
listrik yang lebih baik. Karena siapa tahu saat musim kemarau sungai itu akan
kering.
Tono
tersenyum, pelangi itu akhirnya terlihat lebih indah saat malam tiba.
Sebuah
keberanian berharap sederhana yang mewah pembawa kesehatan, keceriaan, dan
kedamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar